Page 58 - 02_PKN_SMA_10
P. 58
Biografi R.A. Kartini
R.A. Kartini mempunyai nama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat, ia lahir
pada tanggal 21 April 1879 di Mayong, Jepara,
Jawa Tengah. Ayahnya bernama Raden Mas
Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan
seorang bupati Jepara kala itu. Ibunya bernama
M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan
Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di
Telukawur, Jepara.
Lahir dari keluarga yang berpengaruh
membuat R.A. Kartini memperoleh pendidikan
yang baik. Kartini pun diperbolehkan bersekolah
Gambar 5.7 Foto R.A. Kartini
di ELS (Europese Lagere School). Di sini Kartini
Sumber: KIT Publishers (2009)
belajar bahasa Belanda. Akan tetapi, setelah usia
12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena harus dipingit. Kebiasaan dan adat kala itu,
wanita yang mempunyai umur yang cukup harus tinggal di rumah dan dipingit, R.A.
Kartini lalu terpaksa memendam keinginan untuk sekolah tinggi.
Untuk mengisi waktu luangnya karena dipingit, R.A. Kartini lantas gemar untuk
membaca. Ia banyak membaca buku dan surat kabar berbahasa Belanda. R.A. Kartini
pernah tercatat membaca buku karya Louis Couperus yang berjudul De Stille Kraacht karya
Van Eeden, Augusta de Witt roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek,
dan sebuah roman anti-perang karangan Bertha Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan
Senjata). Dengan banyak membaca, pemikiran Kartini pun semakin luas. Kartini mulai
membandingkan keadaan wanita barat dan wanita Indonesia. Selain membaca, R.A. Kartini
juga gemar menulis. Tulisan R.A. Kartini pernah dimuat di De Hollandsche Lelie, sebuah
majalah terbitan Belanda. Bahkan, beliau sempat akan mendapatkan beasiswa dari
Pemerintah Belanda karena tulisan-tulisan hebatnya,
Sejak itulah R.A. Kartini mulai tertarik untuk memajukan perempuan pribumi.
Dalam pikirannya, kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki
status sosial yang cukup rendah kala itu. Beliau ingin memajukan wanita Indonesia.
Hal ini dapat dimulai dari faktor pendidikan. Untuk itu, beliau mendirikan sekolah bagi
gadis gadis di Jepara. Muridnya hanya berjumlah sembilan orang yang terdiri dari
kerabat atau keluarga. Selain pendidikan, Kartini juga menaruh perhatian pada
masalah sosial yang terjadi. Menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh
persamaan, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum. Tidak ada sebuah
BAHASA INDONESIA SMA X GENAP 305