Page 54 - 02_PKN_SMA_10
P. 54
“Surat apa ini?” tanya Bung Hatta.
Dijawab oleh Sumarno, menteri koordinator keuangan saat itu yang mengatur
kunjungannya, “Bukan surat, Bung. Uang, uang saku untuk perjalanan Bung Hatta
di sini.”
“Uang apa lagi? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung
pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah harus bersyukur.
Saya benar-benar tidak mengerti uang apa lagi ini?”
“Lho, Bung. Ini uang dari pemerintah, termasuk dalam biaya perjalanan Bung
Hatta dan rombongan,” kata Sumarno coba meyakinkan Bung Hatta.
“Tidak! Itu uang rakyat. Saya tidak mau terima. Kembalikan!” kata Bung Hatta
menolak amplop yang disodorkan kepadanya
Rupanya Sumarno ingin meyakin-kan Bung Hatta bahwa dia dan semua
rombongan ke Irian dianggap sebagai pejabat. Pada masa itu, pejabat diberi
anggaran perjalanan, termasuk uang sakunya. Tidak mungkin di kembali-kan lagi.
Setelah terdiam sebentar Bung Hatta berkata, “Maaf, Saudara.
Saya tidak mau menerima uang itu. Sekali lagi saya tegaskan! Bagaimanapun itu
uang rakyat dan harus dikembalikan pada rakyat!”
Ketika mengunjungi Tanah Merah tempat ia diasingkan, setelah memberikan
wejangan kepada masyarakat Digul, ia memanggil Sumarno. “Amplop yang berisi
uang tempo hari apa masih Saudara simpan?” tanya Bung Hatta. Dijawab, “Masih
Bung.”
Lalu, oleh Bung Hatta amplop dan seluruh isinya diserahkan kepada pemuka
masyarakat di Digul. “Ini uang berasal dari rakyat dan telah kembali ke tangan
rakyat,” kata Bung Hatta menegaskan.
Cerita Bung Hatta menolak menerima uang lebih berlanjut satu tahun
setelahnya, tepatnya pada tahun 1971 ketika ia pergi berobat ke Belanda. Saat tiba
di Indonesia, Bung Hatta bertanya kepada Wangsa tentang catatan penerimaan dan
pemakaian uang selama perjalanan. Ketika mengetahui ada sisa uang, ia
memerintahkan Wangsa mengembalikan kepada negara dan mengucapkan terima
kasih kepada presiden.
Wangsa pun bergegas mengembalikan uang ke Sekretariat Negara
(Sekneg). Namun, Wangsa malah dijadikan bahan tertawaan di sana. Alasannya,
uang yang sudah dikeluarkan dianggap sah menjadi milik orang yang dibiayai.
Apalagi, yang dibiayai adalah mantan wakil presiden yang ditanggung negara.
Saat itu, Wangsa pusing tujuh keliling. Ia menjelaskan kepada Bung Hatta
BAHASA INDONESIA SMA X GENAP 301