Page 37 - 02_PKN_SMA_10_GANJIL_IKM
P. 37
lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu dapat disebarluaskan melalui teknologi
informasi.
Di balik peluang tersebut, tersimpan juga tantangan yang tidak mudah. Karena
teknologi informasi, kita dapat terpengaruh hal-hal buruk dari luar yang tidak sesuai
dengan Pancasila dan tradisi kita. Karena teknologi informasi pula, hoaks dan ujaran
kebencian menyebar sangat masif di media sosial. Tak jarang, informasi yang kita terima
bukan saja tidak benar tetapi juga seringkali merugikan. Dengan teknologi informasi
pula, ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dapat menyebar dengan
cepat dan tentu berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa. Ide-ide yang mengarah
kepada radikalisme dan terorisme bertebaran di jagat maya dan dapat mempengaruhi
kita. Dengan teknologi informasi, narkoba juga dapat menyebar dengan cepat hingga ke
desa dan perkampungan.
a. Ber-Pancasila di Era Media Sosial
Menurut data yang dirilis We Are Social tahun 2019, pengguna media sosial di
Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi rakyat Indonesia. Dan
setiap tahunnya pengguna internet terus mengalami peningkatan signifikan. Sejumlah
penelitian menyebutkan bahwa media sosial menjadi tempat penyebaran hoaks yang
sangat masif. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga 5 Mei 2020,
mencatat sebanyak 1.401 konten hoaks dan disinformasi terkait Covid-19 beredar di
masyarakat. Riset Dailysocial.id melaporkan bahwa informasi hoaks paling banyak
ditemukan di platform Facebook (82,25%), WhatsApp (56,55%), dan Instagram
(29,48%). Sebagian besar responden (44,19%) yang ditelitinya tidak yakin mememiliki
kepiawaian dalam mendeteksi berita hoaks.
Selain hoaks, media sosial juga digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian,
pemikiran intoleransi dan radikalisme. Sejumlah lembaga penelitian telah menunjukkan
betapa masifnya penyebaran hoaks, ujaran kebencian, intoleransi dan radikalisme yang
dilakukan melalui media sosial.
Namun di sisi lain, media sosial juga dapat digunakan untuk menyebarkan sejumlah
gagasan dan program yang baik. Aktivitas mengumpulkan dana melalui media sosial
yang disebut dengan crowdfunding untuk misi kebaikan seperti membantu pengobatan
orang yang sakit, memperbaiki rumah, dan sebagainya, banyak dilakukan.
Kita dapat menyimpulkan bahwa media sosial bermata dua. Satu sisi ia dapat
menjadi alat untuk menebar kebaikan, tetapi sisi lain ia juga dapat menjadi alat untuk
melakukan pengrusakan sosial. Kata kuncinya adalah bagaimana agar media sosial
dapat digunakan untuk melakukan kebaikan, membantu sesama, dan menyuarakan
166 PKN SD 4 GANJIL