Page 44 - 02_PKN_SMA_10
P. 44

Pada masa pendudukan Jepang, I Gusti Ngurah Rai bekerja sebagai pegawai
                   Mitsui Hussan Kaisya, perusahaan yang bergerak di bidang pembelian padi rakyat. Ia
                   tidak  bergabung  dengan  laskar  kemiliteran  bentukan  Jepang,  tetapi  menghimpun
                   pemuda-pemuda Bali dalam Gerakan Anti Fasis (GAF). Setelah Indonesia merdeka
                   pada tahun 1945, Badan Keamanan Rakyat (BKR) berganti nama menjadi Tentara
                   Keamanan Rakyat (TKR) dan I Gusti Ngurah Rai ditunjuk sebagai Komandan TKR

                   Wilayah Sunda Kecil (meliputi Bali dan Nusa Tenggara). Sebagai Komandan TKR
                   Sunda Kecil, Ngurah Rai merasa perlu untuk melakukan konsolidasi dengan pimpinan
                   TKR pusat yang saat itu bermarkas di Yogyakarta. Sampai di Yogyakarta, Ngurah Rai
                   dilantik menjadi Komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat letnan kolonel.
                          Kembali  dari  Yogyakarta  dengan  bantuan  persenjataan,  Ngurah  Rai
                   mendapati bahwa Belanda telah menduduki Bali dengan memengaruhi raja-raja Bali.
                   Bersama Ciung Wanara, pasukan kecil yang dibentuknya, Ngurah Rai pada tanggal
                   18  November  1946  menyerang  Tabanan  dan  berhasil  membuat  satu  datasemen
                   Belanda  bersenjata  lengkap  menyerah.  Pertempuran  tersebut  dilatarbelakangi

                   dengan kekecewaan Ngurah Rai atas hasil dari perjanjian Linggarjati antara Belanda
                   dan pemerintah Indonesia. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah Belanda mengakui
                   kekuasaan Indonesia yang meliputi Pulau Jawa, Madura, dan Sumatra. Akan tetapi,
                   Bali hanya diakui menjadi bagian dari negara Indonesia Timur buatan Belanda.
                          Kekalahan  di  pertempuran  tersebut  memicu  Belanda  untuk  membalas  dengan
                   mengerahkan seluruh kekuatannya yang ada di Pulau Bali dan Lombok. Sebanyak kurang

                   lebih  2.000  pasukan  bersenjata  lengkap  dan  sejumlah  pesawat  terbang,  Belanda  pun
                   menyerang Ngurah Rai dan pasukan kecilnya. Dalam pertempuran tersebut, pertahanan
                   demi  pertahanan  yang  dibentuk  Ngurah  Rai  hancur.  Di  Desa  Margarana,  pertahanan
                   terakhir Ciung Wanara, Ngurah Rai dan pasukannya berhasil dikalahkan. Perang tersebut
                   akhirnya dikenal dengan Perang Puputan Margarana karena sebelum gugur Ngurah Rai
                   sempat  meneriakkan  kata  puputan  yang  berarti  perang  habis-habisan  sampai  mati.
                   Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 November 1946.
                          Berkat jasanya tersebut, Ngurah Rai mendapatkan gelar Bintang Mahaputra

                   dan  dinaikkan  pangkatnya  menjadi  Brigjen  TNI  (anumerta).  Tak  hanya  itu,  ia  juga
                   mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 63/TK/1975
                   tanggal  9  Agustus  1975.  Nama  I  Gusti  Ngurah  Rai  juga  dijadikan  sebagai  nama
                   bandara dan nama jalan utama di Bali serta gambarnya tertera di uang pecahan lima
                   puluh ribu rupiah. Ada pula acara tahunan yang diselenggarakan setiap 20 November
                   sebagai momen mengingat sejarah Puputan Margarana.


                         (Sumber: https://m.merdeka.com/i-gusti-ngurah-rai/profil/ dengan pengubahan)




                                                               BAHASA INDONESIA SMA X GENAP            291
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49